11.20.2007

teori kepribadian Adler

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adler merupakan salah satu teoris besar dalam psikologi kepribadian. Konsep-konsepnya revolusioner dan menampilkan sisi kemanusiaan yang utuh dalam dialektikanya. Adler awalnya merupakan anggota bahkan sebagai ketua Masyarakat Psikoanalisis Wina yang merupakan organisasi pengembang teori Freud, namun kemudian memisahkan diri karena mengambangkan ide-ide dan konsepnya sendiri.

Konsep yang dikembangkan oleh Adler memiliki perbedaan yang substansial dengan teoris Freud. Adler yang berlatar belakang pendidikan dokter kemudian mengembangkan suatu teori yang spesifik yang disebutnya psikologi individual. Teori Adler ini sangat menekankan peranan ego dan kontekstualitas sosial dalam gerak dinamika kehidupan manusia.

Dari beberapa sumber, diperoleh keterangan bahwa selama perang dunia I, Adler bekerja sebagai dokter pada laskar tentara Austria dan sesudah perang, dia tertarik pada bimbingan anak-anak dan mendirikan klinik bimbingan pertama yang berhubungan dengan sistem aliaran Wina. Dia juga mendorong berdirinya aliran eksperimental di wina yang menerapkan teorinya di bidang pendidikan (Furtmuller, dalam Hall & Lindzey, 1993).

B. Rumusan Masalah

Dari pemaparan pada bagian latar belakang, dirumuskan beberapa masalah. Rumusan masalah itu adalah:

1. Bagaimana konsep dari teori kepribadian Adler?

2. Bagaimana aplikasi teori Adler dalam keluarga dan psikoterapi?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui konsep dari teori kepribadian Alfred Adler secara komprehensif

2. Mengetahui dan memahami pengaplikasian teori Adler dalam keluarga dan psikoterapi.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:

1. Meningkatkan kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.

2. Meningkatkan kesadaran penulis akan pentingnya aspek sosial dalam pembentukan kepribadian

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Teori Alfred Adler

Dalam studi psikologi, konsep psikologi Adler dikenal dengan istilah Psikologi Individual. Pada awalnya, Adler merupakan pengikut dari Psikoanalisis Freud, namun pada tahun 1911 dia keluar dari ide-ide Freud dan kemudian mendirikan suatu konsep tersendiri. Secara substansial, konsep yang dibangun oleh Adler berbeda dengan konsep Freud, yaitu:

1. Freud memandang komponen kehidupan yang sehat adalah kemampuan ‘mencintai dan berkarya’. Bagi adler, masalah hidup selalu bersifat sosial. Fungsi hidup sehat bukan hanya mencintai dan berkarya, tetapi juga merasakan kebersamaan dengan orang lain dan mempedulikan kesejahteraan mereka.

2. Freud memandang kepribadian sebagai proses biologik-mekanistik, sedangkan Adler termasuk pelopor ego kreatif (ego-creative). Ego aktif mencari dan menciptakan pengalaman baru untuk membantu pemenuhan gaya hidup pribadi yang unik.

3. Adler menekankan adanya keunikan pribadi. Setiap pribadi merupakan konfigurasi unik dari motif-motif, sifat, minat, dan nilai-nilai; setiap perbuatan dilakukan orang secara khas gaya hidup orang itu.

4. Adler memandang kesadaran sebagai pusat kepribadian, bukan ketidaksadaran.

5. Adler keras berpendapat bahwa semua kehidupan selalu bergerak. Dia memilih tidak berpikir dalam kerangka struktur dan perkembangannya, karena konsep seperti itu dianggapnya cenderung membuat konkret yang abstrak (Alwisol, 2004).

Teori kepribadian Adler pada dasarnya mudah dan sederhana. Teori yang disusunnya merupakan teori yang merepresentasikan dinamika kepribadian manusia dalam konsep yang ekonomis dan menopang seluruh struktur teorinya. Hal ini dibuktikan dengan penyajian teorinya yang ringkas dalam beberapa sub-teori yang korelatif. Masing-masing sub-teori memiliki interferensi dengan sub-teori lainnya yang penekanannya pada kreatifitas ego. Teori Adler dapat dikhtisarkan pada sub-teori berikut,yaitu:

1. Perjuangan ke Arah Superioritas

2. Pengamatan Subjektif (Subjective Perception)

3. Kesatuan Kepribadian (Unity of Personality)

4. Minat Sosial (Social Interest)

5. Gaya Hidup (Style of Life)

6. Diri Kreatif (Creative Self)

1. Perjuangan ke Arah Superioritas

Adler meyakini bahwa individu memulai hidupnya dengan kelemahan fisik yang mengaktifkan perasaan inferior. Inferiorita bagi Adler diartikan sebagai perasaan lemah dan tidak cakap dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan. Inferiorita merupakan suatu perasaan yang menggerakkan orang untuk berjuang menjadi superiorita.

Pada tahun 1908, Adler (Hall & Lindzey, 1993) telah mencapai kesimpulan bahwa agresi lebih penting dari pada seksualitas. Kemudian impuls agresi itu diganti dengan ‘hasrat akan kekuasaan’. Adler mengidentifikasikan kekuasaan dengan sifat maskulin dan kelemahan dengan sifat feminim. Pada tahap pemikiran inilah dia mengemukakan ide tentang ‘protes maskulin’, yaitu suatu bentuk kompensasai berlebihan yang dilakukan baik oleh pria maupun wanita, juga mereka merasa tidak mampu dan rendah diri. Kemudian, Adler menggantikan ‘hasrat akan kekuasaan’ dengan ‘perjuangan ke arah superioritas yang tetap dipakainya untuk seterusnya. Jadi, ada tiga tahap dalam pemikiran Adler tentang tujuan final manusia, yaitu menjadi agresif, menjadi berkuasa, dan menjadi superior.

Superioritas menurut Adler merupakan suatu gerak yang mengarahkan manusia ke jenjang yang lebih sukses, terutama kesuksesan dalam konteks sosial. Hal ini kemudian diistilahkannya dengan ‘perjuangan menjadi sukses’, suatu perjuangan yang dilandasi oleh motivasi sosial yang kuat yang telah berkembang sebelumnya. Adler menegaskan bahwa perjuangan ini pada dasarnya merupakan bawaan, bahwa ia menjadi bagian internal dari hidup, bahkan merupakan hidup itu sendiri. Lebih lanjut, dia berasumsi bahwa semua perjuangan tersebut-meski memiliki motivasi yang berbeda-, tetapi semuanya diarahkan menuju tujuan final (final goal).

2. Pengamatan Subjektif (Subjective Perception)

Dalam konsep Adler, dikenal istilah ‘tujuan final’ yang bersifat subjektif. Tujuan final dibangun oleh pengamatan atau pandangan personal yang subjektif terhadap fakta (realitas) yang ada. Jadi, dalam hal ini fakta (realitas) tidak determinis terhadap paradigma mengenai tujuan final seseorang.

Pandangan subjektif yang terpenting adalah tujuan menjadi superiorita atau tujuan menjadi sukses, tujuan yang diciptakan pada awal kehidupan, yang hanya terpahami secara kabur. Tujuan final fiktif itu membimbing gaya hidup (style of life) manusia, membentuk kepribadian menjadi kesatuan, dan kalau kegiatan itu dapat dipahami akan memberi tujuan pada semua tingkah laku. Tujuan final fiksi itu tidak muncul sebagai bagian dari rencana universal-tujuan itu bukan gambaran takdir. Tujuan itu adalah ciptaan pribadi, rancangan hidup (leitlenie) yang muncul secara subjektif, di sini dan sekarang, sebagai pikiran yang mempengaruhi tingkah laku, bahkan kalau rancangan hidup itu tidak disadari (Alwisol,2004).

3. Kesatuan Kepribadian (Unity of Personality)

Dalam konsep Adler, kepribadian merupakan sesuatu yang memiliki unitas atas berbagai komponen esensial yang membangunnya. Unitas kepribadian ini yang membuat setiap individu menjadi unik, terutama dalam dinamikanya untuk mencapai tujuan final. Adler berpendapat bahwa kepribadian dibangun oleh komponen-komponen berupa gejala-gejala psikis-fikiran, perasaan, dan psikomotorik, gejala-gejala fisik-oleh Adler distilahkan dengan logat organ, dan aspek kesadaran dan ketidaksadaran.

Bagi Adler, organ tubuh manusia mempunyai suatu kemampuan untuk mengekspresikan atau mengungkapkan pandangan diri yang lebih jelas dari pada kalimat-kalimat verbal yang diucapkan. Cukup beralasan, karena pada berbagai situasi, kondisi fisik tidak dapat menyembunyikan keadaan yang sesungguhnya, misalnya dalam konteks apakah dia mampu atau tidak untuk mengerjakan suatu tugas fisik yang cukup berat. Inilah yang kemudian Adler istilahkan sebagai logat organ (organ dialect), yaitu bahasa non verbal yang diungkapkan oleh organ untuk menginformasikan suatu keadaan atau ekspresi tentang suatu realitas.

Pada sisi yang lebih jauh, Adler (dalam Alwisol, 2004) mengungkapkan bahwa unitas kepribadian juga terjadi antara kesadaran dan ketidaksadaran. Tingkah laku tidak sadar adalah bagian dari tujuan final yang belum diformulasi dan belum dipahami secara jelas. Adler menolak dikotomi antara kesadaran dan tidak sadar yang dianggapnya sebagai bagian yang bekerja sama dalam sistem yang unify. Fikiran sadar adalah apa saja yang dipahami dan diterima individu dapat membantu perjuangan menjadi sukses. Apa saja yang dianggap tidak membantu akan ditekan ke bagian tidak sadar. Apakah suatu fikiran itu disadari atau tidak disadari, tujuannya satu-untuk mencapai tujuan menjadi superior atau menjadi sukses. Freud memakai gunung es sebagai ilustrasi yang menggambarkan hubungan dan perbandingan antara kesadaran (bagian yang muncul ke permukaan) dan ketidaksadaran (bagian yang sangat besar berada di bawah permukaan air laut). Adler memakai ilustrasi mahkota pohon dan akar, keduanya berkembang ke arah yang berbeda untuk mencapai tujuan yang sama.

4. Minat Sosial (Social Interest)

Setiap manusia pada dasarnya telah mengalami kontak atau relasi sosial sejak dia lahir. Pada awal-awal kehidupannnya, bayi melakukan kontak sosial dengan ibunya; suatu pola hubungan primordial interpersonal yang membentuk kepribadian dan memberikan penyaluran-penyaluran konkret bagi perjuangan ke arah superioritas. Perjuangan ke arah superioritas ini secara perlahan menggeser ambisi pribadi yang orisinil dan keuntungan pribadi yang egoistik.

Adler (Hall & Lindzey, 1993) yakin bahwa minat sosial bersifat bawaan; bahwa manusia adalah makhluk sosial menurut kodratnya, bukan karena kebiasaan belaka. Akan tetapi sama seperti setiap bakat kodrati lainnya, kecenderungan yang dibawa sejak lahir ini tidak dapat muncul secara spontan, tetapi harus ditumbuhkan melalui bimbingan dan latihan.

Lebih jauh, Adler mengungkapkan bahwa minat sosial yang berwujud kerelaan bekerja demi kepentingan umum merupakan upaya kompensasi bagi kelemahan-kelemahan individualnya (inferioriti). Segalanya diarahkan pada upaya untuk mencapai kesempurnaan diri dan kebahagiaan setiap orang.

Pada dasarnya manusia hidup dengan dibekali ‘kekuatan perjuangan’. Menurut Adler, kekuatan perjuangan ini diaktifkan oleh kelemahan fisik neonatal. Dalam diagram tersebut, manusia pada dasarnya dibedakan menjadi dua golongan. Yang pertama adalah individu yang neurotik atau patologis. Menurut Adler, individu yang neurotik mengembangkan perasaan inferiorita yang berlebihan dan mengkompensasikannya dengan membuat tujuan menjadi superiorita personal. Superiorita personal adalah tujuan hidup (keuntungan) yang orientasinya sangat individual dan cenderung mengabaikan tujuan-tujuan (keuntungan) yang bersifat sosial. Bagi Adler, tujuan yang demikian merupakan tujuan final yang kabur.

Golongan kedua merupakan individu yang sehat. Individu yang sehat bagi Adler adalah individu yang dimotivasi oleh perasaan tidak lengkap (inferiorita) yang normal disertai dengan minat sosial yang tinggi. Hal ini sejalan dengan konsep bahwa manusia secara kodrati merupakan makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Orang yang normal berjuang menjadi sukses dengan mengacu pada kejayaan pribadi dan kebahagiaan setiap orang yang ada di lingkungan sosialnya. Orang yang normal tidak egoistik dalam melihat kesuksesan, baginya kesuksesan hidup tidak hanya diukur dari keberhasilan pribadi, melainkan juga kesuksesan sosial yang dicapai. Tujuan hidup demikian yang dianggap sebagai tujuan final yang jelas. Penjelasan diatas dapat dirangkum dalam diagram berikut.




5. Gaya Hidup (Style of Life)

Setiap orang memiliki tujuan, merasa inferior, berjuang ,menjadi superior, dan dapat mewarnai atau tidak mewarnai usaha superiornya dengan minat sosial. Namun, setiap orang melakukannya dengan gaya hidup yang berbeda-beda. Gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuan mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan orang itu dalam kehidupan tertentu dimana dia berada. Jumlah gaya hidup sebanyak orang di dunia, misalnya seseorang mungkin berusaha menjadi superior dalam kekuatan dan kemampuan fisik dan orang lain mengkin berusaha untuk berprestasi secara intelektual (Alwisol, 2004).

Gaya hidup pada dasarnya telah terbentuk sejak usia dini, yaitu pada usia 4-5 tahun. Gaya hidup ini ditentukan oleh faktor hereditas dan juga oleh faktor pengamatan yang dilakukan terhadap lingkungan atau orang lain. Pengamatan atau persepsi ini sangat dipengaruhi oleh prasangka dan minat dirinya. Hal ini kemudian mempengaruhi proses pemaknaan individu, dan pemaknaan yang mendalam terhadap sesuatu akan membentuk gaya hidup yang akan mengiringi perjalanan kehidupannya ke depan.

6. Diri Kreatif (Creative Self)

Adler (Alwisol, 2004) berpendapat bahwa setiap orang memiliki kekuatan untuk bebas menciptakan gaya hidupnya sendiri-sendiri. Manusia itu sendiri yang bertanggung jawab tentang siapam dirinya dan bagaimana dia berperilaku. Manusia mempunyai kekuatan kreatif untuk mengontrol kehidupan dirinya, bertanggung jawab mengenai tujuan finalnya, menentukan cara memperjuangkan mencapai tujuan itu, dan menyumbang pengembangan minat sosial. Kekuatan diri kreatif itu membuat setiap manusia menjadi manusia bebas, bergerak menuju tujuan yang terarah.

B. Aplikasi Teori Alfred Adler

Teori Adler diaplikasikan dalam keadaan keluarga dan psikoterapi. Aplikasinya disesuaikan dengan tujuan utama dari teori ini.

1. Keadaan Keluarga

Adler mengembangkan teori urutan lahir, didasarkan pada keyakinannya bahwa keturunan, lingkungan, dan kreatifitas lingkungan bergabung membentuk kepribadian. Dalam sebuah keluarga, setiap anak lahir dengan unsur genetik yang berbeda, masuk ke dalam setting sosial yang berbeda, dan anak-anak itu menginterpretasi situasi dengan cara yang berbeda. Karena itu, penting untuk melihat urutan kelahiran (anak pertama, kedua, dan seterusnya), dan perbedaan cara orang menginterpretasi pengalamannya (Alwisol, 2004).

Dalam konsep ini, Adler mengungkapkan bahwa urutan kelahiran anak mempengaruhi pemberian perhatian orang tua terhadap anaknya. Sebagai contoh, anak sulung akan mendapatkan perhatian yang utuh dari orang tuanya hingga perhatian itu terbagi ketika dia memiliki adik. Dengan kehadiran sang adik, maka anak sulung mengalami suatu gejala traumatis akibat ‘turun tahta’. Dari hal ini, anak sulung mengalami perubahan situasi yang mewajibkannnya untuk berbagi dan menjadi orang tua kedua bagi sang adik. Anak sulung ini mungkin akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab atau justru menjadi pribadi yang merasa tidak aman dan minim interes sosialnya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik, kesiapan menerima adik baru, dan interpretasi terhadap pengalamannya sendiri.

2. Psikoterapi

Menurut Adler (dalam Alwisol, 2004), psikopatologi merupakan akibat dari kurangnya keberanian, perasaan inferior yang berlebihan, dan minat sosial yang kurang berkembang. Jadi, tujuan utama psikoterapi adalah meningkatkan keberanian, mengurangi perasaan inferior, dan mendorong berkembangnya minat sosial.

Adler yakin bahwa siapa pun dapat mengerjakan apa saja. Keturunan memang sering membatasi kemampuan seseorang, dalam hal ini sesungguhnya yang penting bukan kemampuan, tetapi bagaimana orang memakai kemampuan itu. Melalui humor dan kehangatan, Adler berusaha meningkatkan keberanian, harga diri, dan social interest klien. Menurutnya, sikap hangat dan melayani dari terapis mendorong klien untuk mengembangkan minat sosial di tiga masalah kehidupan; cinta atau sekual, persahabatan, dan pekerjaan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai akhir dari pembahasan makalah ini, penulis menarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Teori Adler disebut dengan Psikologi Individu yang mencakup enam sub teori, yaitu:

a. Perjuangan ke Arah Superioritas

b. Pengamatan Subjektif (Subjective Perception)

c. Kesatuan Kepribadian (Unity of Personality)

d. Minat Sosial (Social Interest)

e. Gaya Hidup (Style of Life)

f. Diri Kreatif (Creative self)

2. Teori Adler dapat diterapkan dalam keadaan keluarga dan psikoterapi. Dalam keadaan keluarga, teori Adler menjelaskan bagaimana dinamika keluarga mempengaruhi interes sosial dan pencapaian tujuan superioritas seseorang.

B. Saran

Sebagai akhir dari makalah ini, penulis menyarankan kepada pembaca untuk mengkaji lebih dalam mengenai teori Adler. Banyak hal yang menarik untuk dikaji dalam teori Adler sebagai bahan referensi aplikasi psikologi dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Hall, C.S., & Lindzey, G. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Alih bahasa oleh Yustinus. Yogyakarta: Kanisius.

hukum dagang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dinamika kehidupan manusia, perdagangan merupakan salah satu aspek yang sangat dominan. Bagaimana tidak, setiap saat manusia hampir tidak pernah lepas dari dinamika ini. Perdagangan kemudian menjadi salah satu roh penggerak kehidupan manusia.

Hal ini kemudian menarik untuk ditelaah, mengingat dinamika perdagangan sangat kompleks sehingga potensial menimbulkan polemik yang riskan. Dalam konteks ini, aspek hukum menjadi aksentuasi utama mengingat dalam realitas faktual, polemik perdagangan secara yuridis sangat sering terjadi di masyarakat, salah satunya disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai aturan-aturan hukum perdagangan.

Salah satu yang paling nyata dalam pandangan kita adalah minimnya pemahaman masyarakat mengenai mekanisme perdagangan yang legal dan konsekuensi hukum dari aktifitas dagang. Tidak jarang di masyarakat sering kita jumpai sekelompok orang yang terlibat konflik dengan kelompok lain karena tidak transparannya proses dagang yang mereka jalankan. Ini kemudian menarik untuk kita angkat sebagai satu bahasan yang eksklusif dengan pemaparan yang komprehensif.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari pemaparan sebelumnya, penulis merumuskan beberapa masalah. Rumusan masalah ini adalah:

1. Apakah pengertian hukum dagang?

2. Bagaimanakah kedudukan orang-orang perantara dalam hukum dagang?

3. Bagaimanakah bentuk-bentuk perkumpulan dagang yang diatur dalam hukum dagang?

4. Apakah pengertian pengangkutan dan bagaimana bentuk-bentuknya?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui pengertian hukum dagang secara komprehensif.

2. Mengetahui kedudukan hukum orang-orang pertama dalam hukum dagang.

3. Mengetahui bentuk-bentuk perkumpulan dagang yang diatur dalam hukum dagang.

4. Mengetahui pengertian dan bentuk-bentuk pengangkutan.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah:

1. Meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, baik kuantitatif maupun kualitatif.

2. Mampu menerapkan aturan-aturan hukum dagang dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Dagang

Untuk mengetahui pengertian hukum dagang, maka perlu didefenisikan terlebih dahulu pengertian ‘dagang’. Dalam pengertian ekonomis, dagang diartikan sebagai setiap perbuatan perantara yang melibatkan produsen dan konsumen. Hukum dagang adalah segala peraturan hukum yang mengatur tentang aktifitas ekonomis yang membawa akibat hukum bagi pelakunya. Aktifitas ekonomis ini melibatkan antara produsen, konsumen, dan distribusi. Hukum dagang mengatur kegiatan ekonomis mulai dari proses produksi, distribusi, pengangkutan, sampai pada transaksi perdagangan secara interaktif. Selain itu, hukum dagang juga mengatur secara ketat mengenai merek dagang, baik otorisasinya maupun penggunaan merek yang sama oleh perusahaan lainnya.

B. Orang-Orang Perantara dalam Hukum Dagang

Dalam hukum dagang, dikenal adanya orang-orang perantara. Orang-orang perantara ini memiliki peranan yang signifikan dalam kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang atau pengusaha-pengusaha besar. Orang-orang perantara adalah orang atau pihak yang menjadi perantara dalam perdagangan antara penjual dengan pembeli.

Subekti[1] menjelaskan bahwa pada dasarnya orang-orang perantara dapat dibagi menjadi dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian B.W. dan lazimnya juga dinamakan ‘handels-bedienden’. Dalam golongan ini termasuk misalnya pelayan, pemegang buku, kasir, procuratie houder, dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai sebagai seorang ‘lasthebber’ dalam pengertian B.W.. dalam golongan kedua ini termasuk makelar dan comissionair.

Salah satu orang perantara yang dikenal luas dalam masyarakat adalah agen dagang. Agen dagang merupakan perantara yang melakukan pembuatan perjanjian antara pedagang tetap dengan orang-orang lain. Agen dagang, selain memiliki otoritas untuk membuat perjanjian, dia juga berhak untuk menutup perjanjian tersebut dengan alasan tertentu yang akseptabel. Agen dagang akan mendapatkan suatu pembayaran tertentu sebagai imbalan atau upah atas kegiatan yang dilakukannya.

C. Perkumpulan Dagang

Dalam hukum perdata, dikenal beberapa perkumpulan dagang, yaitu maatschap, perseroan firma, perseroan comanditer, perseroan terbatas atau naamloze vennotschap, dan perusahaan negara.

1. Maatschap

Maatschap adalah suatu bentuk kerja sama yang paling sederhana, yang diatur dalam B.W.. Bentuk ini hanya mengatur hubungan internal antara orang-orang yang bergabung didalamnya[2]. Keanggotaan dalam maatschap bersifat privat, yaitu tidak dapat digantikan oleh orang lain, namun dapat menarik anggota lain untuk bergabung menjadi anggota baru.

2. Perseroan Firma

Perseroan firma adalah bentuk perkumpulan dagang yang peraturannya terdapat dalam W.v.K. Firma berarti nama yang dipakai oleh beberapa orang bersama untuk berdagang[3]. Dalam suatu perseroan firma, tiap persero (firmant) yang namanya tercantum di dalam akte pendirian berhak untuk melakukan pengurusan dan bertindak ke luar atas nama perseroan. Setiap perjanjian yang dibuat oleh seorang persero mengikat teman persero lainnya. Pendirian suatu perseroan firma secara yuridis harus berdasarkan suatu akte notaris. Akte ini bukan sebagai syarat mutlak bagi pendirian sebuah firma, namun diluar dari hal tersebut, akte notaris sangat vital dalam pembuktian mengenai suatu perjanjian untuk mendirikan suatu perseroan firma.

3. Perseroan Komanditer

Perseroan Komanditer adalah suatu perseroan dimana beberapa orang merupakan sekutu aktif yang menjalankan kegiatan usaha, dan yang lainnya merupakan sekutu pasif yang tidak menjalankan kegiatan usaha melainkan hanya menanam sejumlah modal tertentu. Sekutu, baik sekutu aktif maupun sekutu pasif akan mendapatkan profit dari hasil usaha yang telah dilakukan berdasarkan kontribusi masing-masing pada perseroannya. Di lain pihak, setiap sekutu akan menanggung resiko bila perseroan mengalami kerugian. Khusus bagi sekutu pasif, dia tidak akan menanggung kerugian melebih modal yang telah ditanamnya. Sekutu aktif lazim disebut dengan komanditaris, dan sekutu aktif disebut dengan persero-pengurus atau persero-pemimpin.

4. Perseroan Terbatas atau Naamloze Vennotschap (N.V)

Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang modalnya berupa saham-saham untuk operasionalisasi kegiatan perusahaan. Setiap pemodal atau penanam saham memiliki tanggung jawab dan resiko yang terbatas pada harga dan banyaknya saham yang dimiliki.

Pendirian suatu perseroan terbatas harus dilakukan dengan suatu akte notaris. Mekanismenya adalah perwakilan dari pemegang saham mengajukan permohonan ke seorang notaris dan menerangkan secara rinci tentang keinginannya untuk mendirikan N.V. dengan mengajukan suatu Rencana Anggaran Dasar dari perseroan yang akan didirikan. Lebih lanjut, akte pendirian tersebut harus dimintakan persetujuan menteri kehakiman atau menteri hukum. Selanjutnya, pejabat kementerian akan melakukan evaluasi untuk menentukan apakah N.V. tersebut layak untuk didirikan dan melakukan kegiatan produksi dan atau perdagangan. Dalam hal kekayaan, perseroan terbatas memiliki kekayaan perusahaan tersendiri yang terpisah dari kekayaan individu pemegang saham.

5. Perusahaan Negara

Perusahaan didirikan berdasarkan PP Pengganti UU No.19 tahun 1960. Perusahaan negara merupakan suatu perusahaan yang berbadan hukum yang modalnya berasal dari kekayaan negara yang terpisah, namun tidak berupa saham-saham. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang pejabat direksi.

D. Pengangkutan

1. Pengertian Pengangkutan

Pengertian pengangkutan dijelaskan dalam KUHD titel V Buku II[4]. Pengangkutan adalah pengikatan diri seseorang untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang (penumpang) berdasarkan perjanjian pemuatan menurut waktu atau menurut perjalanan atau berdasarkan perjanjian lain. Pekerjaan pengangkutan juga memberikan konsekuensi pembayaran (upah) bagi yang menyelenggarakan pengangkutan.

Dalam pengangkutan, tidak ada imbangan antara majikan dan buruh atau imbangan pada hubungan hukum antara pemakai pengangkutan dan pengangkut. Karena itu, sifat perjanjian pengangkutan adalah sebuah perjanjian untuk melakukan pelayanan (jasa) berkala[5].

2. Bentuk-Bentuk Pengangkutan

Dalam hukum perdata, dikenal beberapa bentuk pengangkutan darat, pengangkutan udara, dan pengangkutan laut.

a. Pengangkutan Darat

Dalam pasal 28 ayat 1 Wegverkeersordonnantie seperti yang dikutip oleh Subekti[6] disebutkan bahwa ‘ seorang pemiliki atau pengusaha sebuah kendaraan umum bertanggung jawab untuk tiap kerugian yang diderita oleh seorang penumpang atau kerusakan pada barang yang diangkut, kecuali jika dia dapat membuktikan bahwa kerugian atau kerusakan itu tidak disebabkan oleh kesalahannya atau orang-orang yang bekerja padanya’. Dari pernyataan ini, dapat dipahami bahwa undang-undang secara tegas menekankan bahwa kerugian yang ditimbulkan dalam pengangkutan-termasuk pengangkutan darat, adalah disebabkan oleh kelalaian si pengangkut, sehingga harus mengganti kerugian tersebut. Hal tersebut juga secara tegas diatur dalam B.W. pasal 1243 dan 1244[7]. Dalam pasal 1243 disebutkan penggantian biaya kerugian baru dapat dilaksanakan jika yang bersangkutan tetap melalaikan perbuatannya. Kemudian dalam pasal 1244 disebutkan bahwa jika yang bersangkutan tidak dapat membuktikan bahwa dirinya tidak lalai, maka dia harus dihukum dengan membayar ganti kerugian atas kelalaiannya tersebut.

b. Pengangkutan Laut

Pengangkutan laut diatur dalam Buku II W.v.K pasal 468 dan 470 W.v.K[8]. Dalam pasal 470 disebutkan adanya pelarangan bagi seorang pengangkut untuk memperjanjikan bahwa dia tidak akan menanggung atau hanya akan menanggung sebagian saja kerusakan kerusakan-kerusakan pada barang yang diangkutnya, yang mungkin timbul karena kurang baiknya alat pengangkutan atau kurang cakapnya pekerja-pekerja yang dipakai.

c. Pengangkutan Udara

Pengangkutan udara diatur dalam UU No. 83 tahun 1958 tentang penerbangan yang mengatur tentang larangan penerbang dan surat tanda kelayakan dan kecakapan terbang. Ketentuan-ketentuan tentag pengangkutan udara merupakan sebagian dari hukum udara.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai akhir dari pembahasan makalah ini, penulis menarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Hukum dagang adalah segala peraturan hukum yang mengatur tentang aktifitas ekonomis yang membawa akibat hukum bagi pelakunya.

2. Orang-orang perantara adalah orang atau pihak yang menjadi perantara dalam perdagangan antara penjual dengan pembeli.

3. Dalam hukum perdata, dikenal beberapa perkumpulan dagang, yaitu maatschap, perseroan firma, perseroan comanditer, perseroan terbatas atau naamloze vennotschap, dan perusahaan negara.

4. Pengangkutan ada bebrapa macam, yaitu pengangkutan darat, pengangkutan laut, dan pengangkutan udara.

B. Saran

Sebagai penutup, penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih mendalami hukum dagang. Hal ini penting, mengingat dinamika kehidupan semakin kompleks dan aturan-aturan senantiasa harus mengalami dinamisasi untuk mengiringi derap kehidupan. Karena itu, pengkajian lebih mendalam adalah upaya untuk menjawab hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adji, dkk. 1990. Hukum Pengangkutan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Subekti. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa. 1985.

Subekti & Tjitrosudibio. 1992. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramitha.



[1] Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa. 1985. h.194

[2] Ibid, h.196.

[3] Ibid. h. 198.

[4] Sution Usman Adji, dkk. Hukum Pengangkutan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 1990. h. 6.

[5] Ibid. h. 8.

[6] Subekti, op.cit. h. 222-223

[7] Subekti & Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramitha 1992. h. 270.

[8] Selengkapnya, lihat Subekti, op. cit. h. 223-224.