11.20.2007

hukum dagang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dinamika kehidupan manusia, perdagangan merupakan salah satu aspek yang sangat dominan. Bagaimana tidak, setiap saat manusia hampir tidak pernah lepas dari dinamika ini. Perdagangan kemudian menjadi salah satu roh penggerak kehidupan manusia.

Hal ini kemudian menarik untuk ditelaah, mengingat dinamika perdagangan sangat kompleks sehingga potensial menimbulkan polemik yang riskan. Dalam konteks ini, aspek hukum menjadi aksentuasi utama mengingat dalam realitas faktual, polemik perdagangan secara yuridis sangat sering terjadi di masyarakat, salah satunya disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai aturan-aturan hukum perdagangan.

Salah satu yang paling nyata dalam pandangan kita adalah minimnya pemahaman masyarakat mengenai mekanisme perdagangan yang legal dan konsekuensi hukum dari aktifitas dagang. Tidak jarang di masyarakat sering kita jumpai sekelompok orang yang terlibat konflik dengan kelompok lain karena tidak transparannya proses dagang yang mereka jalankan. Ini kemudian menarik untuk kita angkat sebagai satu bahasan yang eksklusif dengan pemaparan yang komprehensif.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari pemaparan sebelumnya, penulis merumuskan beberapa masalah. Rumusan masalah ini adalah:

1. Apakah pengertian hukum dagang?

2. Bagaimanakah kedudukan orang-orang perantara dalam hukum dagang?

3. Bagaimanakah bentuk-bentuk perkumpulan dagang yang diatur dalam hukum dagang?

4. Apakah pengertian pengangkutan dan bagaimana bentuk-bentuknya?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui pengertian hukum dagang secara komprehensif.

2. Mengetahui kedudukan hukum orang-orang pertama dalam hukum dagang.

3. Mengetahui bentuk-bentuk perkumpulan dagang yang diatur dalam hukum dagang.

4. Mengetahui pengertian dan bentuk-bentuk pengangkutan.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah:

1. Meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, baik kuantitatif maupun kualitatif.

2. Mampu menerapkan aturan-aturan hukum dagang dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Dagang

Untuk mengetahui pengertian hukum dagang, maka perlu didefenisikan terlebih dahulu pengertian ‘dagang’. Dalam pengertian ekonomis, dagang diartikan sebagai setiap perbuatan perantara yang melibatkan produsen dan konsumen. Hukum dagang adalah segala peraturan hukum yang mengatur tentang aktifitas ekonomis yang membawa akibat hukum bagi pelakunya. Aktifitas ekonomis ini melibatkan antara produsen, konsumen, dan distribusi. Hukum dagang mengatur kegiatan ekonomis mulai dari proses produksi, distribusi, pengangkutan, sampai pada transaksi perdagangan secara interaktif. Selain itu, hukum dagang juga mengatur secara ketat mengenai merek dagang, baik otorisasinya maupun penggunaan merek yang sama oleh perusahaan lainnya.

B. Orang-Orang Perantara dalam Hukum Dagang

Dalam hukum dagang, dikenal adanya orang-orang perantara. Orang-orang perantara ini memiliki peranan yang signifikan dalam kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang atau pengusaha-pengusaha besar. Orang-orang perantara adalah orang atau pihak yang menjadi perantara dalam perdagangan antara penjual dengan pembeli.

Subekti[1] menjelaskan bahwa pada dasarnya orang-orang perantara dapat dibagi menjadi dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian B.W. dan lazimnya juga dinamakan ‘handels-bedienden’. Dalam golongan ini termasuk misalnya pelayan, pemegang buku, kasir, procuratie houder, dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai sebagai seorang ‘lasthebber’ dalam pengertian B.W.. dalam golongan kedua ini termasuk makelar dan comissionair.

Salah satu orang perantara yang dikenal luas dalam masyarakat adalah agen dagang. Agen dagang merupakan perantara yang melakukan pembuatan perjanjian antara pedagang tetap dengan orang-orang lain. Agen dagang, selain memiliki otoritas untuk membuat perjanjian, dia juga berhak untuk menutup perjanjian tersebut dengan alasan tertentu yang akseptabel. Agen dagang akan mendapatkan suatu pembayaran tertentu sebagai imbalan atau upah atas kegiatan yang dilakukannya.

C. Perkumpulan Dagang

Dalam hukum perdata, dikenal beberapa perkumpulan dagang, yaitu maatschap, perseroan firma, perseroan comanditer, perseroan terbatas atau naamloze vennotschap, dan perusahaan negara.

1. Maatschap

Maatschap adalah suatu bentuk kerja sama yang paling sederhana, yang diatur dalam B.W.. Bentuk ini hanya mengatur hubungan internal antara orang-orang yang bergabung didalamnya[2]. Keanggotaan dalam maatschap bersifat privat, yaitu tidak dapat digantikan oleh orang lain, namun dapat menarik anggota lain untuk bergabung menjadi anggota baru.

2. Perseroan Firma

Perseroan firma adalah bentuk perkumpulan dagang yang peraturannya terdapat dalam W.v.K. Firma berarti nama yang dipakai oleh beberapa orang bersama untuk berdagang[3]. Dalam suatu perseroan firma, tiap persero (firmant) yang namanya tercantum di dalam akte pendirian berhak untuk melakukan pengurusan dan bertindak ke luar atas nama perseroan. Setiap perjanjian yang dibuat oleh seorang persero mengikat teman persero lainnya. Pendirian suatu perseroan firma secara yuridis harus berdasarkan suatu akte notaris. Akte ini bukan sebagai syarat mutlak bagi pendirian sebuah firma, namun diluar dari hal tersebut, akte notaris sangat vital dalam pembuktian mengenai suatu perjanjian untuk mendirikan suatu perseroan firma.

3. Perseroan Komanditer

Perseroan Komanditer adalah suatu perseroan dimana beberapa orang merupakan sekutu aktif yang menjalankan kegiatan usaha, dan yang lainnya merupakan sekutu pasif yang tidak menjalankan kegiatan usaha melainkan hanya menanam sejumlah modal tertentu. Sekutu, baik sekutu aktif maupun sekutu pasif akan mendapatkan profit dari hasil usaha yang telah dilakukan berdasarkan kontribusi masing-masing pada perseroannya. Di lain pihak, setiap sekutu akan menanggung resiko bila perseroan mengalami kerugian. Khusus bagi sekutu pasif, dia tidak akan menanggung kerugian melebih modal yang telah ditanamnya. Sekutu aktif lazim disebut dengan komanditaris, dan sekutu aktif disebut dengan persero-pengurus atau persero-pemimpin.

4. Perseroan Terbatas atau Naamloze Vennotschap (N.V)

Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang modalnya berupa saham-saham untuk operasionalisasi kegiatan perusahaan. Setiap pemodal atau penanam saham memiliki tanggung jawab dan resiko yang terbatas pada harga dan banyaknya saham yang dimiliki.

Pendirian suatu perseroan terbatas harus dilakukan dengan suatu akte notaris. Mekanismenya adalah perwakilan dari pemegang saham mengajukan permohonan ke seorang notaris dan menerangkan secara rinci tentang keinginannya untuk mendirikan N.V. dengan mengajukan suatu Rencana Anggaran Dasar dari perseroan yang akan didirikan. Lebih lanjut, akte pendirian tersebut harus dimintakan persetujuan menteri kehakiman atau menteri hukum. Selanjutnya, pejabat kementerian akan melakukan evaluasi untuk menentukan apakah N.V. tersebut layak untuk didirikan dan melakukan kegiatan produksi dan atau perdagangan. Dalam hal kekayaan, perseroan terbatas memiliki kekayaan perusahaan tersendiri yang terpisah dari kekayaan individu pemegang saham.

5. Perusahaan Negara

Perusahaan didirikan berdasarkan PP Pengganti UU No.19 tahun 1960. Perusahaan negara merupakan suatu perusahaan yang berbadan hukum yang modalnya berasal dari kekayaan negara yang terpisah, namun tidak berupa saham-saham. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang pejabat direksi.

D. Pengangkutan

1. Pengertian Pengangkutan

Pengertian pengangkutan dijelaskan dalam KUHD titel V Buku II[4]. Pengangkutan adalah pengikatan diri seseorang untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang (penumpang) berdasarkan perjanjian pemuatan menurut waktu atau menurut perjalanan atau berdasarkan perjanjian lain. Pekerjaan pengangkutan juga memberikan konsekuensi pembayaran (upah) bagi yang menyelenggarakan pengangkutan.

Dalam pengangkutan, tidak ada imbangan antara majikan dan buruh atau imbangan pada hubungan hukum antara pemakai pengangkutan dan pengangkut. Karena itu, sifat perjanjian pengangkutan adalah sebuah perjanjian untuk melakukan pelayanan (jasa) berkala[5].

2. Bentuk-Bentuk Pengangkutan

Dalam hukum perdata, dikenal beberapa bentuk pengangkutan darat, pengangkutan udara, dan pengangkutan laut.

a. Pengangkutan Darat

Dalam pasal 28 ayat 1 Wegverkeersordonnantie seperti yang dikutip oleh Subekti[6] disebutkan bahwa ‘ seorang pemiliki atau pengusaha sebuah kendaraan umum bertanggung jawab untuk tiap kerugian yang diderita oleh seorang penumpang atau kerusakan pada barang yang diangkut, kecuali jika dia dapat membuktikan bahwa kerugian atau kerusakan itu tidak disebabkan oleh kesalahannya atau orang-orang yang bekerja padanya’. Dari pernyataan ini, dapat dipahami bahwa undang-undang secara tegas menekankan bahwa kerugian yang ditimbulkan dalam pengangkutan-termasuk pengangkutan darat, adalah disebabkan oleh kelalaian si pengangkut, sehingga harus mengganti kerugian tersebut. Hal tersebut juga secara tegas diatur dalam B.W. pasal 1243 dan 1244[7]. Dalam pasal 1243 disebutkan penggantian biaya kerugian baru dapat dilaksanakan jika yang bersangkutan tetap melalaikan perbuatannya. Kemudian dalam pasal 1244 disebutkan bahwa jika yang bersangkutan tidak dapat membuktikan bahwa dirinya tidak lalai, maka dia harus dihukum dengan membayar ganti kerugian atas kelalaiannya tersebut.

b. Pengangkutan Laut

Pengangkutan laut diatur dalam Buku II W.v.K pasal 468 dan 470 W.v.K[8]. Dalam pasal 470 disebutkan adanya pelarangan bagi seorang pengangkut untuk memperjanjikan bahwa dia tidak akan menanggung atau hanya akan menanggung sebagian saja kerusakan kerusakan-kerusakan pada barang yang diangkutnya, yang mungkin timbul karena kurang baiknya alat pengangkutan atau kurang cakapnya pekerja-pekerja yang dipakai.

c. Pengangkutan Udara

Pengangkutan udara diatur dalam UU No. 83 tahun 1958 tentang penerbangan yang mengatur tentang larangan penerbang dan surat tanda kelayakan dan kecakapan terbang. Ketentuan-ketentuan tentag pengangkutan udara merupakan sebagian dari hukum udara.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai akhir dari pembahasan makalah ini, penulis menarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Hukum dagang adalah segala peraturan hukum yang mengatur tentang aktifitas ekonomis yang membawa akibat hukum bagi pelakunya.

2. Orang-orang perantara adalah orang atau pihak yang menjadi perantara dalam perdagangan antara penjual dengan pembeli.

3. Dalam hukum perdata, dikenal beberapa perkumpulan dagang, yaitu maatschap, perseroan firma, perseroan comanditer, perseroan terbatas atau naamloze vennotschap, dan perusahaan negara.

4. Pengangkutan ada bebrapa macam, yaitu pengangkutan darat, pengangkutan laut, dan pengangkutan udara.

B. Saran

Sebagai penutup, penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih mendalami hukum dagang. Hal ini penting, mengingat dinamika kehidupan semakin kompleks dan aturan-aturan senantiasa harus mengalami dinamisasi untuk mengiringi derap kehidupan. Karena itu, pengkajian lebih mendalam adalah upaya untuk menjawab hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adji, dkk. 1990. Hukum Pengangkutan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Subekti. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa. 1985.

Subekti & Tjitrosudibio. 1992. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramitha.



[1] Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa. 1985. h.194

[2] Ibid, h.196.

[3] Ibid. h. 198.

[4] Sution Usman Adji, dkk. Hukum Pengangkutan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 1990. h. 6.

[5] Ibid. h. 8.

[6] Subekti, op.cit. h. 222-223

[7] Subekti & Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramitha 1992. h. 270.

[8] Selengkapnya, lihat Subekti, op. cit. h. 223-224.

1 komentar:

Irwin_Julian_W mengatakan...

Thanks man...
Moga Allah SWT Menambah ilmu loe...
^-^