9 desember 2009 tak pelak menyita perhatian publik dunia karena bersamaan dengan gerakan massif menentang praktik korupsi yang telah menggurita, publik diperhadapkan pada suatu kenyataan bahwa ekspektasi tinggi akan pemberantasan korupsi terbentur dinding mafia peradilan yang seakan tanpa malu menggerogoti sistem penegakan hukum.
gerakan moral menentang korupsi sejatinya menjadi pijakan bagi upaya kolektif dalam memberangus segenap praktik laten korupsi di negeri ini. betapa tidak, korupsi telah menyebabkan friksi sosial dan ekonomi di masyarakat, merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memporak-porandakan agenda reformasi tahun 1998, yaitu reformasi birokrasi menuju clean and good governance. perangkat undang-undang anti korupsi ditambah pembentukan lembaga pemberantasan tindak pidana korupsi seakan menguap dan nyaris tanpa bekas. kooptasi interest2 politik dan tunggangan ideologi kapitalis berbungkus neoliberalisme telah mengobok-obok tatanan hukum negara kita. masyarakat pun dibuat bingun, akankah ekspektasi pemberantasan korupsi hanya sebatas impian yang tidak akan terwujud?
di tengah euforia pemberantasan korupsi, demonstrasi yang mengusung jargon serupa perlahan mengalami pergeseran nilai, dari nilai idealisme komunal yang elegan menjadi idealisme provokatif berbalut anarkisme. terakhir, anarkisme seolah menggulingkan paradigma eleganitas dalam mengawal gerakan pemberantasan korupsi. wajah anarkisme seperti vandalisme dan brutalisme menjadi kebanggaan mahasiswa untuk menyuarakan gagasan mereka. tak pelak, masyarakat yang tidak berdosa menjadi korban.
ini harus dihentikan, dan sudah saatnya, kita merekonsiliasi gerakan kemahasiswaan menjadi gerakan yang kolektif, terencana, dan futuristik. quo vadis idealisme gerakan kemahasiswaan? perlu ikhtiar yang tulus untuk menjawab hal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar