12.10.2007

konsep dan aplikasi musyarakah dalam ekonomi syari'ah




BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, dinamika ekonomi masyarakat dimeriahkan oleh munculnya unit-unit ekonomi syari’ah dengan menawarkan konsep yang lebih syar’i, proporsional, dan humanis. Ekonomi syari’ah perlahan tumbuh sebagai suatu kekuatan ekonomi baru dalam pergulatan ekonomi dunia, tidak terkecuali dengan ekonomi Indonesia. Dengan konsep yang dibawanya, secara perlahan ekonomi syari’ah mulai mendapat tempat dalam hati masyarakat dan implikasinya dalam sistem ekonomi nasional dari waktu ke waktu mengalami peningkatan yang signifikan.

Sebagai yang kita ketahui, bahwa dalam ekonomi syari’ah konsep kepercayaan dan internalisasi nilai-nilai moral dalam segala aktifitas ekonomis merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar. Ekonomi syari’ah mengajarkan suatu konsep ekonomi yang tidak hanya money oriented, akan tetapi ekonomi syari’ah mengajarkan bahwa aktifitas ekonomis yang dilakukan selain untuk kemashlahatan umat di dunia, juga sebagai wujud pengabdian kepada Allah SWT. Ekonomi syari’ah bukanlah sistem yang dikotomik, artinya fokus ekonomi syari’ah tetap untuk mendapatkan keuntungan, sekaligus memperhatikan keseimbangan dan kesejahteraan ekonomi di masyarakat.

Ekonomi syari’ah adalah sistem ekonomi yang mengajarkan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan pribadi dan kepedulian terhadap situasi sosial. Ekonomi syari’ah tidak membenarkan perilaku ekonomi yang kapitalistik, yang mengeksploitasi bumi atau masyarakat tanpa memperhatikan kelestarian bumi atau kesejahteraan masyarakat.

Dalam studi-studi akademik, diketahui bahwa dalam ekonomi syari’ah dikenal beberapa unit kegiatan ekonomi yang didasari atas akad tertentu. Unit kegiatan tersebut antara lain mudaharabah, wadi’ah, ijarah, muzara’ah, musaqah, dan musyarakah. Terakhir yang disebutkan, yaitu musyarakah merupakan suatu unit kegiatan yang sangat menarik untuk dibahas. Hal ini dipahami mengingat dalam masyarakat praktek musyarakah sangat sering kita jumpai dan menjadi salah satu primadona ekonomi Islam.

Musyarakah sejauh ini dianggap sebagai unit kegiatan ekonomi yang prospektif. Dalam musyarakah, para pelaku ekonomi dapat saling mengawasi, saling bekerja sama, dan mendapatkan keuntungan secara bersama. Ada nilai plus dalam musyarakah ini; bahwa kerja sama atas modal menjadi begitu menonjol, sehingga maksimalisasi atas perolehan keuntungan dapat diwujudkan.

B. Rumusan Masalah

Berdasar pemaparan sebelumnya, penulis merumuskan beberapa permasalahan, yaitu:

1. Bagaimanakah konsep dasar musyarakah?;

2. Apakah landasan (dasar hukum) musyarakah?;

3. Bagaimana jenis-jenis musyarakah?.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui secara komprehensif konsep musyarakah;

2. Mengetahui dan memahami landasan (dasar hukum) musyarakah;

3. Mengetahui jenis-jenis musyarakah.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah:

1. Sebagai bahan rujukan dalam praktek musyarakah di masyarakat;

2. Meningkatkan kemampuan penulis dalam menyusun karya tulis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Musyarakah

1. Pengertian musyarakah

Secara bahasa, musyarakah atau syirkah berarti mencampur, yaitu mencampur suatu modal dengan modal lain sehingga tidak dapat dapat dipisahkan. Secara istilah, musyarakah memiliki beragam pengertian. Shinta (2005) menyebutkan, musyarakah adalah perjanjian perkongsian antara dua orang atau lebih dengan menurunkan modal dan keuntungan dibagi sesama mereka. Sementara itu, Basri (2007) mendefinisikan musyarakah sebagai suatu akad antara dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan. Agil (2007) menyebutkan musyarakah adalah bentuk usaha yang melibatkan dua orang atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.

Dalam menjalankan musyarakah, terdapat konsep wakalah, yaitu setiap pemegang saham merupakan pemilik syarikah itu sendiri. Karena itu, setiap pemegang saham berhak menjalankan proyek yang berkenaan bagi dirinya, dan para pemegang saham lain sebagai wakilnya, karena itu setiap setiap pemegang saham diharuskan untuk dapat menjadi wakil.

2. Rukun musyarakah

Menurut kesepakatan ulama, rukun musyarakah adalah:

a. Ada pemegang saham;

b. Ada modal;

c. Ada proyek;

d. Ada ijab qabul.

3. Syarat-syarat musyarakah

* Syarat umum

a. Jenis usaha fisik yang dilakukan dalam syirkah ini harus dapat diwakilkan kepada orang lain. Hal ini penting, karena dalam kenyataan seringkali satu partner mewakili perusahaan untuk melakukan dealing dengan perusahaan lain. Jika syarat ini tidak ada dalam jenis usaha, maka akan sulit menjalankan perusahaan dengan gesit.

b. Keuntungan yang didapat nanti dari hasil usaha yang harus diketahui dengan jelas. Masing-masing partner harus mengetahui saham keuntungannya, seperti 10% atau 20% misalnya.

c. Keuntungan harus disebar kepada semua partner.

* Syarat khusus

a. Modal yang disetor harus berupa barang yang dihadirkan. Tidak diperbolehkan modal masih berupa utang atau uang yang tidak dapat dihadirkan ketika akad dilakukan. Tidak disyaratkan modal yang disetor oleh para partner itu dicampur satu sama lain, karena syirkah ini dapat diwujudkan dengan akad, dan bukan dengan modal.

b. Modal harus berupa uang kontan. Tidak diperbolehkan modal dalam bentuk harta yang tidak bergerak atau barang, karena barang-barang ini tidak dapat dijadikan ukuran sehingga akan menimbulkan persengketaan dikemudian hari karena keuntungan yang dihasilkannya juga menjadi tidak jelas proporsinya dengan modal yang disetor akibat sulitnya dinilai.

4. Ketentuan-ketentuan musyarakah

a. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukka kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad)

b. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal berikut:

* Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.

* Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.

c. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dilakukan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindakan seperti:

* Menggabungkan dana proyek dengan dana pribadi;

* Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya;

* Memberi pinjaman kepada pihak lain;

d. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain;

e. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerja sama apabila:

* Menarik diri dari perserikatan;

* Meninggal dunia;

* Menjadi tidak cakap hukum.

f. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama

g. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian dibagi sesuai denga kontribusi modal

B. Landasan (Dasar Hukum) Musyarakah

1. Al Qur’an

" Maka mereka berserikat dalam sepertiga" (Q.S. An-Nisa' : 12). Ayat ini sebenarnya tidak memberikan landasan syariah bagi semua jenis syirkah, dia hanya memberikan landasan kepada syirkah jabariyyah (yaitu perkongsian beberapa orang yang terjadi di luar kehendak mereka karena mereka sama-sama mewarisi harta pusaka). "Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu benar-benar berbuat zalim kepada sebagian lainnya kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh". (Q.S. Shod: 24). Ayat ini mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat dalam berdagang dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka. Kedua ayat al-Qur'an ini jelas menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya diperbolehkan oleh risalah-risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan

2. Hadits nabi

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : Aku adalah mitra ketiga dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari kedunya tidak mengkhianati yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu". (H. R. Abu Dawud dan al-Hakim). Arti hadis ini adalah bahwa Allah SWT akan selalu bersama kedua orang yang berkongsi dalam kepengawasan-Nya, penjagaan-Nya dan bantuan-Nya. Allah akan memberikan bantuan dalam kemitraan ini dan menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Jika keduanya atau salah satu dari keduanya telah berkhianat, maka Allah meninggalkan mereka dengan tidak memberikan berkah dan pertolongan sehingga perniagaan itu merugi. Di samping itu masih banyak hadis yang lain yang menceritakan bahwa para sahabat telah mempraktekkan syirkah dan Rasul tidak pernah melarang.

3. Ijma’

Kaum Muslimin telah sepakat dari dulu bahwa syirkah diperbolehkan, hanya saja mereka berbeda pandangan dalam hukum jenis-jenis syirkah yang banyak variasinya itu. Akan tetapi, ini tidak menjadi masalah yang substansial.

C. Jenis-Jenis Musyarakah

1. Syirkah ‘Inan

‘Inan artinya sama dalam menyetorkan atau menawarkan modal. Syirkah ‘Inan merupakan suatu akad di mana dua orang atau lebih berkongsi dalam modal dan sama-sama memperdagangkannya dan bersekutu dalam keuntungan. Hukum jenis syirkah ini merupakan titik kesepakatan di kalangan para fukoha. Demikan juga syirkah ini merupakan bentuk syirkah yang paling banyak dipraktekkan kaum Muslimin di sepanjang sejarahnya. Hal ini disebabkan karena bentuk perkongsian ini lebih mudah dan praktis karena tidak mensyaratkan persamaan modal dan pekerjaan. Salah satu dari patner dapat memiliki modal yang lebih tinggi dari pada mitra yang lain. Begitu pula salah satu pihak dapat menjalankan perniagaan sementara yang lain tidak ikut serta. Pembagian keuntunganpun dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan mereka bahkan diperbolehkan salah seorang dari patner memiliki keuntungan lebih tinggi sekiranya ia memang lebih memiliki keahlian dan keuletan dari pada yang lain. Adapun kerugian harus dibagi menurut perbandingan saham yang dimiliki oleh masing-masing patner

2. Syirkah Mufawwadhah

Mufawwadhah artinya sama-sama. Syirkah ini dinamakan syirkah mufawadhoh karena modal yang disetor para patner dan usaha fisik yang dilakukan mereka sama atau proporsional. Jadi, syirkah mufawadhoh merupakan suatu bentuk akad dari beberapa orang yang menyetorkan modal dan usaha fisik yang sama. Masing-masing patner saling menanggung satu dengan lainnya dalam hak dan kewajiban. Dalam syirkah ini tidak diperbolehkan satu patner memiliki modal dan keuntungan yang lebih tinggi dari para patner lainnya. Yang perlu diperhatikan dalam syirkah ini adalah persamaan dalam segala hal di antara masing-masing patner.

3. Syirkah Wujuh

Syirkah ini dibentuk tanpa modal dari para patner. Mereka hanya bermodalkan nama baik yang diraihnya karena kepribadiannya dan kejujurannya dalam berniaga. Syirkah ini terbentuk manakala ada dua orang atau lebih yang memiliki reputasi yang baik dalam bisnis memesan suatu barang untuk dibeli dengan kredit (tangguh) dan kemudian menjualnya dengan kontan. Keuntungan yang dihasilkan dari usaha ini kemudian dibagi menurut persyaratan yang telah disepakati antara mereka.

4. Syirkah Abdan

Syirkah ini dibentuk oleh beberapa orang dengan modal profesi dan keahlian masing-masing. Profesi dan keahlian ini dapat serupa dan dapat pula berbeda.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasar pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis menarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Secara bahasa, musyarakah atau syirkah berarti mencampur, yaitu mencampur suatu modal dengan modal lain sehingga tidak dapat dapat dipisahkan. Secara istilah, musyarakah memiliki beragam pengertian, akan tetapi secara umum berarti perkongsian antara dua orang (pihak) atau lebih dalam suatu proyek atau usahadan keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan andil masing-masing pihak. Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam musyarakah agar dikemudian hari tidak menimbulkan masalah yang merugikan masing-masing pihak.

2. Musyarakah merupakan unit kegiatan ekonomi syari’ah yang memiliki landasan hukum yang kuat. Landasan musyarakah terdapat dalam al Qur’an, hadits, dan ijma’ ulama.

3. Jenis musyarakah yaitu syirkah ‘inan, syirkah mufawwadhah, syirkah wujuh, dan syirkah abdan.

B. Saran

Sebagai penutup dari pembahasan ini, penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih mengkaji secara komprehensif kajian ekonomi syari’ah, khususnya musyarakah. Semoga ekonomi syaria’ah tetap eksis.

DAFTAR PUSTAKA

--------. 2007. “Musyarakah” (Online) http:/ www.niriah.com/kamus/ 2id387. html (diakses 16 Nopember 2007)

---------. 2007. “Musyarakah” (Online) http:/ www.syariahmandiri.co.id/syariah/ istilah/musyarakah.php (diakses 16 Nopember 2007)

Agil. 2007. “Musyarakah” (Online) http:/agilepreneur.blogspot.com/ (diakses 16 Nopember 2007)

Basri. 2007. “Syirkah/Musyarakah” (Online) http:/jic.jakarta.go.id/index.php? menu=bacaberita.php&id=55 (diakses 16 Nopember 2007)

Shinta. 2005. “Perjanjian Kerja Sama Operasi: Al Musyarakah” (Online) http://shinta0.tripod.com/id3.html (diakses 16 Nopember 2007)

Tidak ada komentar: