I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia pendidikan sebagai yang kita ketahui merupakan realitas yang selalu mengalami proses dinamisasi. Pendidikan sejatinya bertujuan untuk menciptakan generasi-generasi terdidik-intelegensi, mental, dan spiritual-, menciptakan dinamika kehidupan yang lebih elegan dan sebagai pijar bagi prjalanan hidupa manusia. Pendidikan secara filosofis adalah memanusiakan manusia, sebagai pengejawantahan atas tanggung jawab pribadi dan sosial kepada Allah untuk melepaskan umat manusia dari keterbelakangan dan kebiadaban peradaban yang dehumanistik.
Berbicara mengenai pendidikan, kita tidak akan lepas dari pembahasan mengenai bagaimana metode yang digunakan dalam pendidikan. Hal ini dapat kita maklumi, mengingat metode pendidikan secara substansial merupakan gerbang bagi keberhasilan dalam proses pengajaran dan pencapaian hasil yang signifikan.Ada stigma dalam masyarakat yang muncul mengenai metode pendidikan (pengajaran) yang selama ini diaplikasikan, baik di sekolah-sekolah maupun di perguruan tinggi. Metode pendidikan yang selama ini diaplikasikan sangat membosankan dan kurang memberikan suasana nyaman kepada peserta didik (meski belum ada penelitian yang membuktikannya). Dalam sebuah situs di internet ditulis, fakta yang terjadi akhir-akhir ini ada banyak keluhan murid tentang pendidikan. Di antaranya, murid menganggap pendidikan saat ini kurang memberikan kebebasan berpikir, banyak hapalan, mata pelajaran banyak mengejar kurikulum, mengajarkan pengetahuan bukan keterampilan, dan banyak mengajarkan logika tanpa melibatkan emosi (Ridho, 2005).
Banyak kalangan pelajar menganggap belajar adalah aktivitas yang tidak menyenangkan. Duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian dan pikiran pada satu pokok bahasan, baik yang sedang diceramahkan guru atau yang sedang dihadapinya di meja belajar, hampir selalu dirasakan sebagai beban alih-alih upaya aktif untuk memperoleh ilmu (Hernacki & De Porter, 2007).
Tercerabutnya kegairahan belajar, selain disebabkan oleh ketidaktepatan metodologis, juga berakar pada paradigma pendidikan konvensional yang menyekat ruang-pengajar-dan-pelajar dan membatasi kemampuan otak manusia. Paradigma ini sering berimplikasi pada hilangnya kepercayaan diri pelajar ketika berhadapan dengan materi-materi pelajaran yang seolah-olah sulit, karena pelajar selain dianggap mempunyai otak yang terbatas. Selain itu mereka tidak dianggap sebagai pusat kreasi yang dapat menjalin kemitraan dengan pengajar. Dengan demikian, terbentuklah sekat struktural antara pengajar dan pelajar. Pada titik kronis pengajar seolah-olah memegang otoritas mutlak ilmu, sehingga kritik adalah suatu hal yang tabu. Suasana batin paradigma ini kemudian berpengaruh lebih luas pada metode belajar-mengajar yang tidak kondusif bagi perkembangan rohani peserta didik. Metode belajar- mengajar yang diterapkan hanya mengakomodasi karakter umum pelajar dalam mencerap pelajaran, sehingga kecenderungan- kecenderungan spesifik pelajar dalam mencerap pelajaran diabaikan (Hernacki & De Porter, 2007).
Ketidakseimbangan aspek yang dikembangkan dalam pendidikan telah menyebabkan banyak murid yang cerdas secara intelegensi, namun sangat minim dalam hal kecerdasan emosional dan spiritual. Fenomena ini jelas sangat memprihatinkan bagi kita, mengingat out put yang dihasilkan dari proses pendidikan mengalami kekeringan bathin, sehingga mereka sangat rentan dengan gejolak-gejolak maupun konflik eksternal yang dapat mempengaruhi situasi kejiwaannya. Berangkat dari hal inilah, inovasi dalam dunia pendidikan dirasakan begitu penting untuk mengarahkan pendidikan pada filosofi dasarnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, inovasi yang dimaksud mulai terwujud. Inovasi tersebut adalah ditemukannya sebuah pendekatan pengajaran yang disebut dengan Quantum Teaching, dikembangkan oleh seorang guru dalam pembelajaran. Quantum Teaching sendiri berawal dari sebuah upaya Dr. Georgi Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology. Prinsipnya, sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar (Ridho, 2005).
Quantum learning pada dasarnya merupakan metode pengajaran yang menekankan aspek kenyamanan dan penyadaran. Dalam quantum learning, peserta didik diajak untuk menyadari proses yang dijalaninya sebagai sebuah proses untuk menambah wawasan dan mengasah keterampilan, sehingga lebih antusias dalam menjalaninya.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari pembahasan sebelumnya, penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep Quantum Teaching?
2. Apa prinsip Quantum Teaching?
3. Bagaimanakah strategi pembelajaran Quantum Teaching?
Permasalahan-permasalahan tersebut akan dibahas lebih mendalam pada bab selanjutnya.
II. PEMBAHASAN
1. Konsep Quantum Learning
Konsep dasar dalam Quantum Teaching adalah pengajaran yang menumbuhkan suasana kebersamaan, menciptakan kenyamanan dan ketenangan dalam belajar, serta memberikan penyadaran kepada peserta terhadap proses yang sedang dijalaninya. Quantum Teaching secara konseptual merupakan dialektika teori-teori belajar dan teori psikologi yang menciptakan sebuah paradigma baru yang inklusif mengenai pembelajaran.
De Porter sebagai founding father Quantum Teaching, menyodorkan gagasan Quantum Teaching dengan mengacu pada konsep fisika kuantum, yaitu E=mc2 , sebagai paradigma baru dalam dunia pendidikan. Variabel persamaan E=mc2 diikhtisarkan sebagai berikut:
E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar,semangat)
M = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)
c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas)
Berdasarkan persamaan ini dapat dipahami, interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas dan antusiasme belajar pada peserta didik (Ridho, 2005).
Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi, Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.Bila metode ini diterapkan, maka guru akan lebih mencintai dan lebih berhasil dalam memberikan materi serta lebih dicintai anak didik karena guru mengoptimalkan berbagai metode (Ridho,2005).
Salah satu wadah dari 4 jenis dalam Quantum Teaching, yaitu merekayasa suasana yang memberdayakan. Dikutip dari buku ‘Menjadi Guru’ nya Hernowo, dikatakan suasana yang penuh kegembiraan membawa kegembiraan pula dalam belajar. Jadi intinya bangunlah suasana hati dengan emosi positif. Karena emosi itu menular. Emosi yang riang akan membuat suasana riang. Dan keriangan akan dapat membantu dalam proses belajar secara menakjubkan yang pada akhirnya akan memunculkan kreativitas (Enggar, 2007).
Paradigma ini menunjukkan penghargaan yang tinggi terhadap manusia dan memperlihatkan suatu kenyataan bahwa proses belajar atau bahkan proses hidup adalah aktivitas untuk meraih sebanyak mungkin cahaya. Melalui interaksinya dengan cahaya, manusia dapat mencipta sebanyak mungkin energi. Otak manusia sebagai pusat seluruh proses pencerapannya adalah materi yang apabila berinteraksi secara intensif dengan cahaya akan menghasilkan energi yang luar biasa (De Porter & Hernacki, 2007).
Jelas bagi kita bahwa konsep Quantum Teaching adalah konsep pengajaran yang inklusif, yang menggabungkan unsur-unsur dalam diri peserta didik, pendidik dan lingkungan belajar melalui interaksi dalam kelas. Quantum Teaching berusaha menumbuhkan ikatan emosional yang kuat antara peserta didik dengan pendidik sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan baik.
2. Prinsip Quantum Learning
Dalam aplikasinya, Quantum Teaching berangkat dari prinsip-prinsip dasar yang primordial. Menurut Ridho (2005), ada beberapa prinsip dalam Quantum Teaching, yaitu:
a. Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar
b. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari yang diajarkan.
c. Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep.
d. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.
e. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif dalam pelajaran.
Dengan mengaplikasikan pinsip-prinsip diatas, maka pengajar dapat mengetahui secara komprehensif potensi dan minat anak didiknya. Dengan demikian, tujuan pendidikan dapat tercapai secara signifikan, dalam memenusiakan manusia.
3. Strategi Pengajaran Quantum Teaching
Tidak dapat kita pungkiri, sebaik apa pun sistem pengajaran yang diberikan bila tidak disertai dengan strategi pengajaran yang efektif dan efisien, maka tujuan yang diproyeksikan tidak akan tercapai dengan baik. Oleh karena itu, menjadi sesuatu yang mutlak untuk menerapkan strategi pengajaran yang tepat dalam kelas atau lingkungan belajar.
Dabutar (2007) menuturkan bahwa teknologi baru terutama multimedia mempunyai peranan semakin penting dalam pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat membawa kita kepada situasi belajar dimana learning with effort akan dapat digantikan dengan learning with fun. Apalagi dalam pembelajaran orang dewasa, learning with effort menjadi hal yang cukup menyulitkan untuk dilaksanakan karena berbagai faktor pembatas, seperti kemauan berusaha, mudah bosan dll. Jadi proses pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, tidak membosankan menjadi pilihan para guru/fasilitator. Jika situasi belajar seperti ini tidak tercipta, paling tidak multimedia dapat membuat belajar lebih efektif menurut pendapat beberapa pengajar.
Lebih lanjut, Dabutar (2007) mengungkapkan Beberapa kelebihan multimedia, seperti tidak perlu pencetakan hard copy dan dapat dibuat/diedit pada saat mengajar menjadi hal yang memudahkan guru dalam penyampaian materinya. Berbagai variasi tampilan/visual bahkan audio mulai dicoba seperti animasi bergerak, potongan video, rekaman audio, paduan warna dan lain lain dibuat untuk mendapatkan sarana bantu mengajar yang sebaik-baiknya. Bahkan pada beberapa kesempatan telah diadakan ToT Multimedia dan juga In House Training.
III. PENUTUP
Sebagai penutup dari makalah ini, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Quantum teaching adalah metode pengajaran yang menciptakan suasana kebersamaan dan keyamanan pada pengajar dan peserta didiknya. Konsep Quantum Teaching secara umum adalah membangkitkan motivasi dan merangsang peserta didik untuk mengelaborasi kreativitas yang ada dalam dirinya, sehingga tujuan pengajaran tercapai dengan baik.
2. Ada beberapa prinsip dalam Quantum teaching, yaitu prinsip proaktif dalam proses, penetapan dan deskripsi tujuan, pengalaman, serta pengakuan dan pujian kepada siswa yang mencapai hasil tertentu. Prinsip-prinsip tersebut dibangun atas dasar kebersamaan dan kesamaan dalam visi pengajaran.
3. Tidak dapat dipungkiri bahwa Quantum teaching tidak dapat terselenggara dengan baik jika tidak didukung dengan strategi pengajaran yang baik. Strategi yang baik untuk Quantum teaching adalah pengajaran dengan multimedia, karena dengan multimedia, maka pengajar dapat dengan mudah menyampaikan materi secara gamblang dan akan lebih efektif bila disertai dengan efek-efek visual yang kontributif.
KEPUSTAKAAN
Enggar. 2007. (Online) http://iin.enggar.net/2007/08/15/quantum-teaching/. (diakses 14 Nopember 2007)
Dabutar. 2007. “Strategi Pembelajaran Quantum Teaching dan Quantum Learning” (Online) http://re-searchengines.com/jelarwindabutar3-07.html. (diakses 14 Nopember 2007)
Hernacki & De Porter. 2007. “Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan” (Online) http://www.duniaguru.com/index.php?option=com_content&task=view&id=187&Itemid=45. (diakses 14 Nopember 2007)
Ridho. 2005. “Cerahkan Dunia Pendidikan Dengan Metode Quantum Teaching” (Online) http://kihariyadi.jogja.bloghi.com/2005/05/25/metode-quantum-teaching.html. (diakses 14 Nopember 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar