11.19.2007

sistem pendidikan Islam

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya adalah media dalam mendidik dan mengembangkan peotensi-potensi kemanusiaan yang primordial. Pendidikan sejatinya adalah gerbang untuk mengantar umat manusia menuju peradaban yang lebih tinggi dan humanis dengan berlandaskan pada keselarasan hubungan manusia, lingkungan, dan sang pencipta. Pendidikan adalah sebuah ranah yang didalamnya melibatkan dialektika interpersonal dalam mengisi ruang-ruang kehidupan; sebuah ranah yang menjadi pelita bagi perjalanan umat manusia, masa lalu, masa kini, dan masa akan datang.

Dalam konteks kekinian, ada indikasi yang menunjukkan bahwa pendidikan secara substansial telah kehilangan ruhnya. Hal ini ditunjukkan pada ketidakseimbangan dalam proporsi pengajaran yang diberikan. Pendidikan saat ini cenderung sangat menekankan aspek kognitif peserta didik sekaligus mengabaikan aspek spiritualitas dan emosional mereka. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat riskan, mengingat cukup banyak bukti yang menunjukkan kepada kita betapa dominasi kognitif dalam perolehan pendidikan menjadikan seseorang buta hati maupun buta sosial. Buta hati karena kognisi yang dididik berlebihan tidak disertai dengan spiritualitas yang memadai, sehingga peserta didik mengalami kekeringan dalam pemaknaan hidup. Buta sosial karena kognisi yang dibangun tidak disertai dengan pengajaran kepekaan sosial (kecerdasan emosional) yang sangat urgen dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Cukup banyak bukti yang menggambarkan betapa kognisi tidak cukup untuk meraih kesuksesan hidup. Bahkan, dalam realitas sehari-hari banyak orang yang sukses dalam kehidupannya hanya dengan tingkat inteligensi yang biasa-biasa saja. Daniel Goleman-sebagai pencetus kecerdasan emosinal-bahkan pernah menuturkan bahwa 80% keberhasilan hidup seseorang ditentukan oleh kecerdasan emosional, dan sisanya disumbang oleh kecerdasan intelektual.

Karena itu, sudah saatnya pendidikan Islam menjadi agenda utama dalam dinamika pendidikan. Pendidikan Islam merupakan konsep yang inklusif mengenai pengembangan manusia. Pendidikan Islam sangat menghargai dan memahami kebutuhan manusia untuk mendapatkan keterikatan dengan lingkungan sosial maupun dengan sang pencipta. Secara substantif, pendidikan Islam adalah pendidikan yang lebih memanusiakan manusia; suatu sistem pendidikan yang berusaha mengenalkan dan mengarahkan manusia untuk mengaplikasikan nilai-nilai dan makna hidup yang hakiki; suatu sistem pendidikan yang tidak mengabaikan aspek transendensi dalam diri manusia; mengarahkan manusia utuk lebih dekat kepada sang pencipta agar memiliki kontrol pribadi dalam menjalani kehidupan ini.

Akan tetapi, yang perlu diperhatikan adalah pendidikan Islam tidak serta merta dapat diterapkan secara langsung dalam dunia pendidikan. Hal ini memerlukan kematangan konsep dan disertai dengan kajian kontemporer mengenai kondisi terkini dengan dunia pendidikan dan polemik-polemik yang sedang dan mungkin akan dihadapi nanti.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kerangka dasar pendidikan Islam?

2. Apakah hambatan dan peluang penerapan sistem Pendidikan Islam di Indonesia?

3. Bagaimanakah strategi yang perlu digunakan dalam penerapan pendidikan Islam?

II PEMBAHASAN

1. Kerangka Dasar Pendidikan Islam

Dalam konteks individu, pendidikan termasuk salah satu kebutuhan asasi manusia, karena pendidikan menjadi jalan yang lazim untuk memperoleh pengetahuan atau ilmu, sedangkan ilmu akan menjadi unsur utama penopang kehidupannya. Oleh karena itu, Islam tidak saja mewajibkan manusia untuk menuntut ilmu, bahkan memberi dorongan serta arahan agar dengan ilmu itu manusia dapat menemukan kebenaran hakiki dan mendayagunakan ilmunya di atas jalan kebenaran itu (Karim, 2007). Islam mengarahkan manusia untuk mengaplikasikan ilmunya dalam menggali dan menghayati makna hidup. Islam tidak menghendaki ilmu yang diperoleh digunakan untuk kepentingan pribadi yang di sisi lain merugikan banyak orang. Ilmu yang baik pada dasarnya adalah ilmu membawa kemashlahatan bagi umat, di dunia maupun di akhirat.

Rasulullah SAW pernah bersabda: "Tuntutlah oleh kalian akan ilmu pengetahuan, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shodaqoh. Sesungguhnya ilmu itu akan menempatkan pemiliknya pada kedudukan tinggi lagi mulia. Ilmu adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan akhirat." (HR Ar Rabii’). Makna hadis tersebut sejalan dengan firman Allah SWT: "Allah niscaya mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan mereka yang berilmu pengetahuan bertingkat derajat. Dan Allah Maha mengetahui terhadap apa yang kamu lakukan." (QS. Al-Mujadalah: 11). Jadi, dalam Islam pendidikan tidak hanya sekedar sebuah dinamika kemanusiaan yang lazim, melainkan lebih dari itu, pendidikan adalah ibadah kepada Allah SWT, sekaligus sebagai aktualisasi diri manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Islam melalui ajarannya telah menggariskan bahwa setiap individu wajib menuntut ilmu, karena dengan ilmu, maka idividu tersebut tidak akan tersesat dalam kehidupannya, dan yang paling penting adalah tidak terlindas oleh zaman yang semakin cepat. Tidak hanya itu, Islam juga telah menggariskan bahwa negara melalui aparaturnya wajib memperhatikan pendidikan masyarakatnya melalui alokasi anggaran yang representatif, aplikasi sistem pendidikan yang inklusif, dan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Dengan demikian kerangka dasar pendidikan Islam menggariskan bahwa untuk menciptakan tatanan dan sistem pendidikan yang baik harus melibatkan kerja sama yang baik antara individu (masyarakat) dengan pemerintah, sehingga fungsi operasional dan fungsi kontrol dapat berjalan secara padu dan proporsional.

Menurut Karim (2007), dalam hal kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan, Islam menetapkan prinsip yang sederhana tetapi sangat tegas dan jelas. Kurikulum pendidikan harus berlandaskan aqidah Islamiyah, karenanya seluruh materi pembelajaran atau bidang studi serta metodologi penyampaiannya harus dirancang tanpa adanya penyimpangan dalam proses pendidikan dari asas tersebut. Strategi pendidikan diarahkan pada pembentukan dan pengembangan pola pikir dan pola jiwa Islami. Semua disiplin ilmu disusun berdasarkan strategi ini. Membentuk kepribadian Islam dan membekali individu dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan manusia merupakan tujuan asasi dari pendidikan.

Kemudian, Muttaqien (2005) menyebutkan bahwa pendidikan Islam secara epistemologis memiliki kerangka konseptual. Kerangka konseptual yang dimaksud di atas adalah konsep penciptaan manusia sebagaimana terdapat dalam Qur’an dan posisi pendidikan dalam diri manusia dalam prespektif Islam. Berdasarkan konsep dasar penciptaan manusia tersebut kemudian dibangun rancangan pengembangan pendidikan Islam yang lurus dan tidak menyimpang dari konsep dasarnya. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa dalam mengembangkan pendidikan Islam, manusia dapat belajar dari penciptaan dirinya sebagaima hal itu juga telah dijelaskan oleh al-Qur’an

2. Hambatan dan Peluang dalam Penerapan Pendidikan Islam di Indonesia

Harus diakui bahwa untuk menerapkan sistem pendidikan Islam di Indonesia tidaklah mudah. Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam perumusan konsep dan penerapannya. Tidak dapat kita pungkiri bahwa heterogenitas masyarakat Indonesia merupakan salah satu peluang sekaligus hambatan dalam implementasi ajaran Islam. Abu Bakar dan Surohim (dalam Muttaqien, 2005) menyebutkan ada beberapa hal yang menjadi hambatan dalam implementasi sistem pendidikan Islam, yaitu persoalan penduduk, persoalan wawasan, persoalan dana, dan persoalan pembangunan pendidikan Islam terpadu.

Dalam hal penduduk, penduduk Indonesia tidak semuanya Islam, sehingga sangat mungkin menimbulkan suatu gejolak baru jika sistem pendidikan Islam benar-benar diterapkan. Selain tidak semuanya beragama Islam, ideologi yang berkembang di masyarakat pun sangat variatif-mulai dari Islam radikal hingga yang paling sekuler seperti Marxisme dan Komunisme-sehingga akan sangat rumit untuk menyatukan bias-bias perbedaaan pendapat yang ada.

Dalam hal wawasan, mayasrakat Indonesia umumnya masih terkotak-kotak dalam pola pemikiran tertentu dan dibekali dengan wawasan yang relatif minim tentang pendidikan. Misalnya, umat Islam saat ini Banyak orang tua muslim yang me-nyekolahkan anaknya ke sekolah Nasrani hanya karena alasan "lebih bermutu dan disiplin". Mereka tak merasa takut anaknya akan terkikis aqidahnya bila bersekolah di tempat yang berbeda agama.
Di pihak lain, tidak sedikit orang tua yang menyekolahkan anaknya ke sekolah Islam karena sudah kewalahan menghadapi kebandelannya. Bila para orang tua muslim berpikiran sama, sekolah Islam akan menjadi tempat berkumpulnya anak-anak nakal. Umat Islam yang mayoritas ini belum bisa menerapkan, apalagi berbangga dengan sistem pendidikan Islam. Sebaliknya, umat lain yang minoritas justru kesohor karena mampu mencetak manusia-manusia "berkualitas" (Jamaah Muslimin, 2007).

Lebih lanjut, persoalan tidak berhenti sampai di situ. Persoalan dana menjadi salah kendala teknis klasik yang selalu mewarnai dinamika pendidikan di Indonesia. Anggaran pendidikan 20% dari APBN tidak kunjung teraktualisasikan. Akibatnya sangat jelas, pendidikan di Indonesia belum mampu mengangkat bangsa ini dari keterpurukan multidimensional. Karena itu, persoalan dana ini merembet hingga ke pembangunan pendidikan Islam terpadu yang terhambat, baik secara konsep maupun secara operasional.

Namun demikian, bukan berarti implementasi pendidikan Islam tidak memiliki peluang. Abu Bakar dan Surohim (dalam Muttaqien, 2005) menyebutkan ada beberapa indikator yang menjadi peluang dalam implementasi pendidikan Islam, yaitu penyebaran kebenaran ajaran Islam, tunggalitas asas pancasila, mayoritasnya masyarakat Islam Indonesia, terbukanya perkembangan teknologi, dukungan besar oleh pemerintah, dan disentralisasi sistem pemerintahan karena otonomi daerah. Peluang-peluang tersebut merupakan jalan lapang bagi stake holder bangsa ini untuk mengoptimalisasikannya dengan elaborasi yang intensif dengan tidak melupakan tantangan yang ada. Tegasnya, peluang-peluang tersebut harus dapat disinergikan dengan tantangan-tantangan yang ada sehingga menghasilkan rumusan yang kompleks dan representatif. Kemudian dalam sebuah wawancara yang dimuat di situs internet, Munarman (2007) menuturkan bahwa Islam harus mempunyai otoritas politik sehingga mampu memberikan perlindungan dan membuat kebijakan sehingga sistem pendidikan Islam berkembang, jika tidak demikian maka pendiikan Islam tidak akan dapat diterapkan. Pada titik tertentu mungkin akan berkembang, namun ketika menjadi ’penantang’ ideologi Kapitalisme, dia akan dihambat. Misalnya, dua tahun lalu pemerintah AS mengucurkan dana ratusan ribu dolar hanya untuk mengubah kurikulum pesantren yang berarti AS tidak mau ada ideologi lain yang berkembang melalui mekanisme pendidikan yang akan menantang mereka (AS).

3. Strategi dalam Penerapan Pendidikan Islam

Penerapan pendidikan Islam pada dasarnya bertujuan untuk mengangkat manusia ke derajat tertinggi melalui penyadaran diri dan penyadaran transendental. Akan tetapi, semua hal tersebut tidak akan tercapai bila tidak dilaksanakan dengan langkah-langkah strategis tertentu yang efektif dan efisien.

Sistem pendidikan Islam ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem Islam secara keseluruhan. Karena itu, perjuangan harus diarahkan melalui beberapa langkah. Pertama, menyadarkan umat, termasuk lembaga-lembaga pendidikan Islam, agar mereka mengembalikan Islam sebagai sebuah sistem kehidupan. Penyadaran ini menjadi penting. Artinya, perjuangan dakwah harus senantiasa dilakukan supaya mereka tersadar bahwa mereka sudah tidak hidup dalam sistem islam lagi. Kedua, melakukan upaya agar segera tegak otoritas politik Islam, yakni mendirikan Kekhalifahan Islam. Hal ini dimaksudkan agar lembaga-lembaga pendidikan Islam ini mendapat perlindungan secara politik dan mendapat dukungan. Ketiga: melakuan pertarungan pemikiran secara langsung vis a vis dengan pihak yang menerapkan sistem pendidikan konvensional. Ketiga langkah diatas harus dilakukan secara inklusif untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Selain itu, saudara-saudara kita yang berada di perguruan tinggi juga perlu disadarkan tentang Islam sebagai sebuah sistem yang saat ini tengah bertarung dengan sistem kapitalis-liberal. Tujuannya adalah supaya mereka percaya diri serta tidak tunduk dan minder secara intelektual. Sebab, penyakit minder secara intelektual sedang menjangkiti para intelektual kita tatkala harus berhadapan dengan intelektual produk Barat. Mereka sering terkagum-kagum dengan peradaban Barat dan tidak mau menggali Islam sebagai sumber-sumber sistem dan pemikiran yang utuh dan lengkap. Hal itulah yang harus disadari oleh para intelektual Muslim kita. Harus diakui, perjuangan ini berat, namun harus tetap dilakukan sehingga para inteletual Muslim kita berhasil membuktikan secara impirik dan ilmiah, bahwa pemikiran dan peradaban Barat itu salah, dan bahwa hanya pemikiran dan peradaban Islam yang benar. (Munarman, 2007)

III PENUTUP

Sebagai penutup, penulis menyimpulkan beberapa hal, yaitu:

1. Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang tidak hanya menekankan pengembangan kognitif semata, namun lebih jauh mengajak umat muslim untuk menemukan kebenaran yang hakiki dan menjaga spiritualitas kehidupan. Konsep ini yang menjadi kerangka dasar dalam wacana pendidikan Islam.

2. Implementasi pendidikan Islam secara aktual diwarnai beberapa kendala seperti persoalan penduduk, wawasan, dana, dan pembangunan pendidikan Islam terpadu. Akan tetapi hambatan tersebut diimbangi dengan peluang-peluang yang ada, seperti tunggalitas asas pancasila, mayoritasnya masyarakat Islam Indonesia, terbukanya perkembangan teknologi, dukungan besar oleh pemerintah, dan disentralisasi sistem pemerintahan karena otonomi daerah.

3. Implementasi pendidikan Islam harus dilaksanakan dengan strategi-strategi mendasar. Hal ini penting untuk menjaga keutuhan sistem pendidikan Islam sekaligus untuk mencapai tujuan dengan baik.

KEPUSTAKAAN

Jamaah Muslimin. 2007. “Pendidikan Islam Mengembangkan Seluruh Potensi Kemanusiaan” (Online) http://www.jamaahmuslimin.com/ risalah/114/intro.htm (diakses 2 Nopember 2007)

Karim. 2007. “Kerangka Dasar Pendidikan Islam” (Online) http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=248633&katid=105&katid1=147&katid2=217 (diakses 3 Nopember 2007)

Munarman. 2007. “Pendidikan Kita Ditunggangi Para Kapitalis” (Online) http://www.hizbut-tahrir.or.id/al-waie/index.php/2007/05/03/pendidikan-kita-ditunggangi-para-kapitalis/ (diakses 2 Nopember 2007)

Muttaqien. 2005. Resensi Buku: Trik Mengembangkan Pendidikan Islam” (Online)http://www.msi-uii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu =pendidikan&baca=artikel&id=189 (diakses 5 Nopember 2007)

Tidak ada komentar: