3.17.2008

hukum wakaf menurut kompilasi hukum islam indonesia

A. Pengertian Dasar Wakaf
Pengertian dasar wakaf terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Indonesia pasal 215 ayat 1, yaitu perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Dari pengertian tersebut dipahami bahwa yang dapat mewakafkan harta benda miliknya dapat berupa perorangan, kelompok orang (komunitas), maupun badan hukum.
Ada beberapa pengertian dasar lain yang berkaitan dengan wakaf, yaitu:
1. Wakif, yaitu orang atau kelompok orang maupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya.
2. Ikrar, adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan benda miliknya.
3. Benda wakaf, yaitu segala benda, baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.
4. Nazhir, yaitu kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.
5. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), yaitu petugas pemerintah yang diangkat berdasarkan peraturan yang berlaku, berkewajiban menerima ikrar dari wakif dan menyerahkannya kepada nazhir saat melakukan pengawasan untuk kelestarian perwakafan. PPAIW diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.
B. Fungsi, Unsur-unsur, dan Syarat Wakaf
1. Fungsi wakaf
Fungsi wakaf menurut KHI pasal 216 adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Wakaf memiliki fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman, maka bentuk wakaf juga semakin beragam, mulai wakaf uang hingga wakaf dalam bentuk saham. Fungsi wakaf dalam konteks sosial misalnya dalam pembangunan kehidupan ekonomi masyarakat. Harta benda yang diwakafkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang terkendala dalam permodalan, misalnya wakaf tanah, uang, dan bangunan pertokoan. Saat ini eksistensi wakaf semakin diharapkan mengingat lahan dan kesempatan berusaha semakin sempit sehingga banyak masyarakat yang masih terbelenggu dalam kemiskinan.
2. Unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf
Unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf sebagai tercantum dalam KHI meliputi:
Badan-badan hukum Indonesia dan orang-orang yang sehat akalnya serta oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal badan hukum, maka yang bertindak untuk dan atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum.
Benda yang diwakafkan merupakan benda yang sah milik pribadi atau badan hukum yang bersangkutan dan bukan merupakan benda yang statusnya dalam sengketa, sitaan, pembebanan, dan ikatan.
Ikrar wakaf diucapkan di hadapan nazhir yang kemudian dituangkan dalam bentuk ikrar wakaf yang disaksikan minimal dua orang saksi.
Nazhir merupakan perorangan yang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. warga negara Indonesia;
2. beragama Islam;
3. dewasa;
4. sehat jasmani dan rohani;
5. tidak berada di bawah pengampuan;
6. bertempat tinggal di kecamatan tempat benda yang diwakafkan.
Jika berbentuk badan hukum, maka nazhir harus memenuhi syarat berikut:
1. badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
2. mempunyai perwakilan di kecamatan tempat benda yang diwakafkannya.
Nazhir harus terdaftar di KUA setenpat. Sebelum memangku jabatannya, mak nazhir harus mengucapkan sumpah di hadapan kepala KUA yang disaksikan minimal dua orang saksi.
e. Kewajiban dan hak nazhir adalah:
1. Nazhir berkewajiban untuk mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan sesuai dengan tujuan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Menteri Agama.
2. Nazhir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menjadi tanggung jawabnya kepada kantor KUA setempat dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
3. Nazhir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditentukan berdasarkan kelayakan atau saran Majelis Ulama Kecamatan dan KUA setempat.
C. Tata Cara Perwakafan dan Pendaftaran Benda Wakaf
Tata cara perwakafan dan pendaftaran benda wakaf sebagaimana diatur dalam KHI pasal 223 dan 224 adalah sebagai berikut:
a. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf.
b. Isi dan bentuk ikrar wakaf ditetapkan oleh Mentei Agama.
c. Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh minimal dua orang saksi.
d. Dalam melaksanakan ikrar, pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada pejabat surat-surat sebagai berikut:
1 tanda bukti pemilikan harta benda;
2 Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan;
3 jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak yang dimaksud;
e. Setelah akta ikrar wakaf dilaksanakan, maka kepala KUA atas nama nazhir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafan benda yang bersangkutan untuk menjaga keutuhan dan kelestariannya.
D. Perubahan, Penyelesaian, dan Pengawasan Benda Wakaf
Pada dasarnya, perubahan benda wakaf tidak dapat dilakukan karena sifat harta wakaf yang kekal dan pengelolaannya harus sesuai dengan ikrar dan tujuan wakaf yang telah diungkapkan oleh wakif. Akan tetapi, bila dalam keadaan tertentu atau darurat, maka perubahan terhadap benda wakaf dapat dilakukan. Keadaan-keadaan yang memungkinkan perubahan benda wakaf adalah:
1. Ketidaksesuaian tujuan wakaf seperti yang diikrarkan oleh wakif;
2. Atas dasar kepentingan umum.
Dalam pengelolaan wakaf, sering terjadi perselisihan pemilikan benda yang diwakafkan oleh pihak-pihak tertentu yang mengklaim memiliki harta benda yang diwakafkan tersebut. Dalam konteks ini, penyelesaian ats sengketa wakaf diajukan kepada Pengadilan Agama yang memiliki yurisdiksi atas sengketa tersebut.
Pengawasan benda wakaf pada dasarnya menjadi tugas nazhir sebagai penanggung jawab atas benda wakaf tersebut. Nazhir dapat berkoordinasi dengan KUA setempat, Majelis Ulama Kecamatan, dan Pengadilan Agama yang berada dalam yurisdiksinya. Pengawasan benda wakaf akan menjamin eksistensi benda wakaf dan terlaksananya tujuan dasar wakaf itu sendiri.

Tidak ada komentar: